Post by redhot on Mar 27, 2011 10:03:50 GMT -5
Thoyib Pemain Voli, Ius Kurang Tinggi
Aspac, Tim Raksasa yang Jago Lahirkan Pemain Hebat
Aspac Jakarta konsisten menjadi tim papan atas di tanah air. Kuncinya adalah proses regenerasi yang berjalan sangat baik di tim milik Irawan Haryono itu. Salah satu yang terbaik adalah angkatan 2003.
Bagi pencinta basket tanah air, nama center Muhammad Isman Thoyib dan shooting guard Xaverius Prawiro pasti tidak asing lagi. Dalam beberapa tahun terakhir, mereka telah menjelma sebagai pemain hebat IBL yang kini berubah nama menjadi NBL Indonesia.
Meski banyak yang tahu kehebatan mereka, banyak yang tidak tahu bagaimana jalan mereka menjadi pebasket andal. Selain tentu saja buah kerja keras keduanya, sukses mereka tidak lepas dari kegigihan pemilik Aspac, Irawan Haryono.
Pria yang akrab disapa Kim Hong itu mengisahkan, dirinya mulai mendidik Ius (sapaan Xaverius) dan Thoyib pada 2003. Saat itu dia memulai program untuk mendidik pebasket berusia 15 tahun. Untuk mendapatkan pemain berbakat, dia mencarinya ke segenap penjuru Jawa. Melalui seleksi ketat, saat itu Kim Hong menjaring 50 pemain muda. Dari jumlah tersebut, hanya delapan yang akhirnya dianggap layak masuk Aspac Junior.
”Thoyib dan Ius adalah dua orang yang tersisa di Aspac sekarang. Yang lain terpencar-pencar. Ada yang berada di tim lain, ada yang kuliah ke luar negeri,” jelas Kim Hong.
Jika Ius dan Thoyib sekarang menjadi pebasket hebat, itu tidak lepas dari suratan nasib. Sebab, Kim Hong sendiri membuat program itu di luar rencana. Saat itu dia terketuk oleh pernyataan PB Perbasi yang menyebut latihan keras untuk pebasket muda baru bisa dimulai pada usia 18 tahun. Kurang dari itu, pemain sangat rentan cedera.
’’Saya membuktikan bahwa usia 15 tahun pun bisa. Di luar negeri saya lihat bisa seperti itu. Kalau memang banyak yang cedera, itu karena tidak ada pengawasan pelatih fisik yang memadai,’’ ungkap pria yang selalu setia mengenakan topi itu.
Di antara delapan pemain tadi, Thoyib dan Ius adalah yang paling unik. Selain berusia di bawah 15 tahun, syarat Kim Hong saat itu adalah tinggi minimal 180 cm. Ius tetap dipilih meski hanya punya tinggi 176 cm. Sedangkan Thoyib, meski saat itu memiliki tinggi 197 cm, dia baru bermain basket tiga bulan. Kini, Ius dan Thoyib memiliki tinggi 181 cm dan 201 cm.
Thoyib awalnya bukan pemain basket. Saat sekolah di STM Kristen 1 Klaten, Thoyib sering bermain bola voli antarkampung. Sampai menjelang lulus, Thoyib masih juga bermain voli. Dia baru bermain basket setelah guru olahraga menyarankannya menjajal olahraga asal Amerika Serikat itu.
Thoyib setuju. Sebab, waktu itu hanya olahraga yang menjadi fokus hidupnya. Maklum, pemain kelahiran 18 Agustus 1983 tersebut bukan anak orang berada. Ayahnya, M. Sidik, hanyalah buruh tani. Dia tidak punya uang untuk membiayai Thoyib kuliah.
’’Guru saya menyarankan kalau dua tahun saja berlatih keras, saya bisa jadi pemain tim nasional,” kata pebasket yang menjadi pemain timnas sejak 2007 itu.
Baru berlatih tiga bulan, Thoyib memutuskan ikut seleksi ke Aspac. ’’Banyak yang saya dapat dari basket. Orang tua bisa naik haji. Kami punya usaha peternakan sapi dan jasa ekspedisi. Untuk itu saya ingin terus di Aspac dan membawa tim ini juara,’’ tandasnya.
’’Target saya membawa Aspac juara kompetisi reguler, masuk tim nasional, menjadi pemain terbaik. Ha… ha… ha…’’ canda Ius. Bukan canda biasa, pemain kelahiran Surabaya itu juga tengah berjuang keras untuk mewujudkannya. (nur/c2/ang)