Post by redhot on Mar 27, 2011 19:34:31 GMT -5
All-Out Bangkitkan Liga sebelum Pensiun
I Made ’’Lolik’’ Sudiadnyana, Bintang Paling Senior NBL Indonesia
Pada November mendatang, I Made ”Lolik” Sudiadnyana genap berusia 40 tahun. Pada usia yang sudah begitu senior, dia beruntung masih bisa merasakan musim perdana NBL Indonesia. Bagaimana harapannya?
Seperti biasa, dalam setiap pertandingan setegang apa pun, wajah I Made ”Lolik” Sudiadnyana sangat tenang. Termasuk saat pemain berposisi power forward itu memperkuat Garuda Flexi Bandung melakoni laga hidup mati melawan Aspac Jakarta di laga terakhir grup B Preseason Tournament NBL kemarin di GOR Bimasakti Malang kemarin (11/7). Wajahnya tanpa ekspresi, poker face banget.
Dalam laga tersebut, pemain-pemain muda Aspac memang tampil menggila. Lari mereka kencang, kuat dalam adu fisik, agresif, dan akurat dalam tembakan jarak jauh. Garuda kelihatan tidak sanggup menandingi kualitas permainan tim besutan Tjetjep Firmansyah itu. Garuda akhirnya kalah telak 63-49.
Namun, Lolik tetap Lolik. Di tengah buruknya kualitas permainan timnya, dia tetap tampil bagus. Meski hanya mencetak 10 poin, dia menjadi pengumpul poin terbanyak untuk timnya. Seperti banteng, dia kerap menyeruduk pertahanan Aspac yang dijaga dengan ketat oleh pemain-pemain berbadan besar, seperti Antonius Joko Endratmo, Vinton Nolland Surawi, dan Isman Thoyib.
Walau sangat senior, pemain kelahiran 16 November 1970 itu masih diandalkan pelatihnya, Johannis Winar. Buktinya, Lolik adalah pemain yang paling lama turun di lapangan dengan waktu 24 menit kemarin.
Sadar usianya sudah lagi muda, Lolik menyatakan, mungkin ini musim terakhirnya di kasta tertinggi basket tanah air itu. Lolik merasa waktunya sudah cukup. Dia sudah menjadi pemain yang merasakan tiga liga berbeda. Yakni, Kobatama, IBL, dan sekarang NBL. ’’Saya masih belum tahu akan ke mana. Yang jelas, niat saya menang mau mundur,’’ katanya kemarin.
Sejak 1991, Lolik mencicipi ketatnya liga basket nasional. Saat itu, dia bermain untuk Bimasakti Malang. Cukup lama dia berada di sana. Yakni, sampai 1996. Pada 1997, Lolik memutuskan untuk hijrah ke Bhinneka Solo. ’’Itu merupakan momen terbaik dalam hidup saya,’’ katanya.
Di Bhinneka, Lolik memang menjadi legenda. Dia sangat dicintai publik Solo. Berkali-kali dia membawa Bhinneka ke empat besar (final four), baik di Kobatama maupun IBL. Terkesan sendirian, dia mengangkat timnya. Lolik pernah menyabet gelar most valuable player (MVP) pada 2004 serta top scorer pada 2008. Banyak tawaran dari klub lain. Tetapi, dia bergeming. Lolik merasa sangat betah di Solo dan ingin tetap membela Bhinneka sampai pensiun.
Namun, merger antara Bhinneka dan Stadium Jakarta pada akhir 2008 membuat Lolik kecewa. Pada musim 2009, dia memutuskan terbang ke Bandung untuk bergabung dengan Garuda.
Menjalani musim terakhirnya di NBL membuat Lolik sangat bersemangat untuk menjadikan liga semakin semarak. Dia bertekad mengantarkan timnya menjadi juara. Itu menjadi satu-satunya gelar yang tidak pernah dia rasakan selama dalam karir panjangnya.
’’Setelah itu, saya nggak tahu akan ke mana. Mungkin istirahat dulu setahun, baru kemudian memutuskan langkah selanjutnya. Apakah menjadi pelatih atau tidak,’’ ujarnya. (nur/c6/ang)