Post by redhot on Mar 27, 2011 20:11:28 GMT -5
Belajar dari Pelatih Korea, Setahun Tak Dibayar
Abdurrachman Padang, si Genius yang Mampu Loloskan Stadium ke Final Four
Prestasi Stadium di NBL Indonesia cukup mencengangkan. Berangkat dengan predikat tim papan bawah, mereka sukses menembus final four. Salah satu kuncinya adalah Abdurrachman Padang, sang arsitek tim ibu kota itu.
Sambil tersenyum, pelatih Stadium Jakarta Abdurrachman Padang melambaikan tangan kepada para wartawan beberapa saat setelah timnya mengalahkan Bimasakti Malang Jumat lalu (9/7). Bukan tidak mau berkomentar, lambaian itu dia berikan karena suaranya habis.
Setelah didesak, Abdurrachman menyerah juga. Dengan terbatabata, dia bicara soal kunci kemenangan anak asuhnya atas tim tuan rumah. Tak pelak, beberapa wartawan dalam sesi jumpa pers tergelak karena ekspresi Abdurrachman yang susah ngomong itu.
Kondisi tersebut bisa memberikan sedikit gambaran akan betapa ngototnya dia dalam memimpin timnya bertanding. Di luar lapangan, dia sebenarnya adalah sosok yang ramah. Namun, saat memimpin tim bertanding, dia bisa sangat keras. Apalagi, Merio Ferdiansyah dkk tidak menjalankan instruksinya dengan baik. ”Mereka pemain muda. Sering, di pertandingan mereka tidak konsisten, kehilangan fokus, dan merasa cepat puas. Jadi, mereka harus terus diingatkan,” ungkapnya kepada Jawa Pos Senin lalu (12/7).
Banyaknya pemain muda di Stadium disebabkan tim itu baru saja berkompetisi di kasta tertinggi basket tanah air. Baru sekali mereka tampil di IBL, yaitu tahun lalu. Itu terjadi setelah Stadium, yang sebelumnya tampil di kompetisi kelas dua, meger dengan Bhinneka Solo. Karena itu pula, mereka tidak bisa bersaing pada musim pertamanya di IBL. Abdurrachman baru bergabung dengan Stadium sebulan terakhir. Meski begitu, dia sudah diberi target tinggi, yaitu menembus final four NBL. Babak reguler helatan itu dimulai Oktober nanti. Awalnya, target tersebut dirasa sangat berat oleh laki-laki yang akrab disapa Momon itu. Sebab, persaingan papan tengah NBL Indonesia cukup ketat. Apalagi, Stadium sebelumnya berpredikat tim papan bawah.
Namun, sukses Stadium menembus final four preseason tournament membuktikan bahwa target itu bisa digapai. Kehebatan Momon dalam meracik strategi membuat Stadium menjelma sebagai salah satu tim paling solid.
Momon memang bukan pelatih kacangan. Sudah 20 tahun laki-laki berusia 52 tahun itu malang melintang di dunia basket tanah air. Selama itu, dia selalu bersama Aspac Jakarta. Entah menjadi pelatih bergantian dengan Tjetjep Firmansyah ataupun asisten manajer sang bos, Irawan Haryono.
Di Aspac, kolaborasi Momon dengan Tjetjep membawa tim itu merajai kasta tertinggi basket tanah air, baik saat bernama Kobatama maupun IBL. Pada dua era tersebut, setidaknya Aspac juara lima kali pada 2000, 2001, 2002, 2003, dan 2005. Kehebatan Aspac saat itu tidak lepas dari defense yang kukuh.
Di awal karir, tepatnya pada 1990, mantan pelatih tim nasional basket putri SEA Games 1991 Manila tersebut memang menawarkan diri ke Aspac. Dia ingin berguru kepada pelatih Aspac asal Korea Selatan kala itu, Kim Dong-won. ”Waktu itu, setahun saya tidak di gaji. Saya memang berniat belajar kepada Mr Kim,” kenang dia.
Alumnus IKIP Jakarta tersebut sukses menyerap ilmu Kim. Hingga Kim keluar pada 1996, dia bersama Tjetjep melanjutkan menangani Aspac. Hal itu bertahan sampai tahun lalu.
Lantas, mengapa pindah klub? ”Ibarat baterai, saya low battery. Jadi, butuh di-recharge. Untuk itu, saya menerima tawaran Stadium. Tujuannya, gairah saya pada basket naik lagi,” papar dia.
Meski Stadium diperkuat banyak pemain muda, Momon tidak minder. Dia yakin bahwa timnya bisa bersaing di regular season NBL. Salah satu tantangan terberat menurut dia adalah mengubah kebiasaan para pemain yang tidak konsisten dalam pertandingan. Tujuannya, mereka memiliki mental juara. (nur/c11/ang)