Post by redhot on Mar 27, 2011 21:23:13 GMT -5
Karir Dahsyat, Hidup Komplet
Detlef Schrempf, Legenda NBA yang Akan Melatih Pemain Muda NBL Indonesia
Penggemar berat NBA, khususnya era Michael Jordan, tentu kenal Detlef Schrempf. Bintang Seattle SuperSonics asal Jerman berwajah “kejam” era 1990-an. Pekan depan, dia akan hadir di Bandung, melatih pemain-pemain muda National Basketball League (NBL) Indonesia.
Detlef Schrempf, menurut National Basketball League (NBL) Indonesia, merupakan sosok yang cocok untuk dihadirkan ke Indonesia dan melatih bintang-bintang muda liga tertinggi di tanah air tersebut.
“Idealnya, yang datang memang pemain aktif. Namun, karena Ramadan, kami baru bisa menyelenggarakan Indonesia Development Camp 2010 di bulan September. Padahal, di saat yang sama, tim-tim NBA sudah menyiapkan diri menghadapi musim 2010-2011,” ungkap Azrul Ananda, commissioner NBL Indonesia.
Azrul melanjutkan, setelah dipikir-pikir, seorang legenda dengan pengalaman melatih justru lebih tepat. “Yang dilatih ini kan pemain-pemain profesional muda. Jadi butuh ilmu dari yang sudah sangat berpengalaman. Bukan dari sesama pemain, walaupun dia pemain NBA. Dan Detlef merupakan sosok ideal,” ujarnya.
Alhasil, setelah menimang-nimang sejumlah opsi, NBL Indonesia (di bawah pengelolaan PT Deteksi Basket Lintas Indonesia) dan NBA pun sepakat untuk mendatangkan Detlef Schrempf. Dia akan tampil di GOR C-Tra Arena Bandung, 21-23 September nanti, melatih 40 pemain muda NBL Indonesia.
Sebab, selain pernah jadi bintang NBA, Schrempf juga pernah menjalani karir sebagai asisten pelatih di liga tersebut. Daftar pengalamannya komplet!
Sebagai pemain dulu, Schrempf punya curriculum vitae yang luar biasa. Lahir pada 21 Januari di Leverkusen, Jerman, dia pindah ke Amerika Serikat saat masih remaja.
Saat masih SMA, dia langsung jadi bintang basket. Pada 1981 dia mengantarkan sekolahnya, Centralia High School di Centralia, Washington (dekat Seattle) menjadi juara negara bagian.
Dari situ, dia masuk University of Washington, dan kembali jadi bintang NCAA (liga mahasiswa di AS). Tidak tanggung-tanggung, media olahraga bergengsi The Sporting News memasukkannya dalam daftar All-America Second Team.
Karir NBA pun menjadi kelanjutan yang normal. Pada NBA Draft 1985, Dallas Mavericks mencomotnya di urutan delapan. Dia pun menjadi pemain kelahiran Jerman pertama yang menembus NBA.
Dari sana dia melanjutkan karir ke Indiana Pacers. Sukses mulai ditapak, karena di tim itu dia dua kali meraih penghargaan NBA Sixth Man Award (1991 dan 1992). Pada 1993, dia juga terpilih masuk NBA All-Star untuk kali pertama.
Versatility, alias kemampuan bermain di berbagai posisi, merupakan kekuatan utama Schrempf. Dengan tinggi badan 208 cm, dia punya kemampuan menembak tiga angka yang dahsyat, memancing pemain-pemain besar lawan untuk menjaga keluar, membuka ruang bagi rekan setim untuk mengobrak-abrik bagian dalam.
Selain itu, badannya yang tinggi juga membuatnya jadi andalan di sisi dalam. Kemampuan passing yang melebihi rata-rata membuatnya semakin membingungkan lawan.
Usai musim 1992-1993, Schrempf ditukar ke Seattle SuperSonics. Di sana, di kawasan tempatnya sekolah SMA dan kuliah, karirnya pun melonjak. Sampai hari ini, orang masih mengingat Schrempf sebagai bintang SuperSonics.
Bagaimana tidak. Di Sonics, dia bergabung di tim yang hebat. Ada point guard handal Gary Payton, ada monster slam dunk Shawn Kemp, plus bintang veteran seperti Sam Perkins dan Hersey Hawkins.
Pada musim 1994-1995, Schrempf mencatat rata-rata 19,2 poin dan 6,2 rebound. Alhasil, dia pun terpilih lagi masuk NBA All-Star, dan terpilih masuk All-NBA Third Team.
Pada 1995-1996, Schrempf sempat miss 19 pertandingan karena retak tulang kaki. Namun, dia tetap menjadi salah satu opsi utama tim, mengantarkan Sonics ke babak final NBA. Sayang, di final mereka harus bertemu dengan tim dominan bernama Chicago Bulls, yang mengandalkan seorang pemain kondang bernama Michael Jordan.
Pada 1996-1997, Schrempf terus tampil garang. Dia pun terpilih untuk kali ketiga masuk NBA All-Star. Baru setelah itu, di usia yang semakin jauh di atas angka 30, karir Schrempf “melamban.” Pada 1999, SuperSonics melepasnya.
Tidak mau tinggal terlalu jauh dari Seattle (tempat tinggalnya sampai sekarang), Schrempf pun memilih bergabung di Portland Trail Blazers (Portland tiga jam naik mobil dari Seattle). Di sana, Schrempf melanjutkan karir sampai akhir, gantung sepatu pada 2001.
Sebenarnya, sejak 2000 Schrempf sudah ingin pensiun. Di usia sudah mendekati 38 tahun, berbagai cedera mulai melanda. Khususnya leher. Hanya saja, Blazers tak mau melepasnya sampai kontrak berakhir pada 2001. Alasannya, Blazers ingin Schrempf selalu siap, jaga-jaga kalau klub itu kekurangan pemain. Jadi, meski jarang main, di musim terakhirnya Schrempf tetap digaji penuh, di kisaran USD 2 juta.
“Leher saya sebenarnya sudah tidak apa-apa. Tapi bagian badan saya yang lain sudah mulai kesakitan,” kata Schrempf waktu itu, seperti dilansir Associated Press.
Setelah 15 tahun lebih di NBA, Schrempf pun bisa menikmati hidup di Seattle. “Saya cinta basket. Tapi, pada saat yang sama, itu hanyalah sebuah olahraga. Saya sangat senang bisa hidup tenang di rumah,” ucapnya usai pensiun.
Pada 2006, Schrempf sempat menjajal hidup menjadi asisten pelatih NBA. Menjadi pendamping bagi head coach Bob Hill di –tentu saja—Seattle SuperSonics.
Kini, Schrempf tinggal bersama istrinya, Mari, yang dulu juga atlet nasional Jerman (cabang lompat galah). Dia punya dua anak. Salah satunya juga bakat basket. Alexander Jordan Schrempf kini bermain untuk UCLA di NCAA.
Schrempf juga punya bisnis pengelolaan finansial. Tapi, dia paling dikenal lewat Detlef Schrempf Foundation. Yayasan untuk kegiatan sosial di kawasan Seattle itu dia dirikan bersama sang istri pada 1996.
Mungkin, masih ada legenda NBA lain yang punya karir lebih dahsyat dari Schrempf. Tapi, mungkin tak banyak yang punya pengalaman hidup selengkap dia. Pengalaman yang bisa dia bagikan bersama pemain-pemain muda NBL Indonesia ketika di Bandung nanti. (azz)