Post by redhot on Mar 27, 2011 21:37:58 GMT -5
Tambah Ilmu Sekaligus Minta Tanda Tangan
Pelatih dan Manajer Tim NBL Jauh-Jauh ke Bandung Nonton IDC
Indonesia Development Camp (IDC) 2010 sebenarnya diperuntukkan bagi 40 pemain National Basketball League (NBL) Indonesia. Tapi, sejumlah pelatih dan manajer NBL juga tampak di GOR C-Tra Arena Bandung. Mau apa ya mereka?
INDONESIA Development Camp (IDC) 2010 memiliki magnet cukup kuat bagi pelatih dan manajer klub National Basketball League (NBL) Indonesia. Buktinya, selama dua hari even NBA pertama untuk pemain profesional di tanah air itu, selalu saja ada pelatih dan manajer klub yang datang.
Pada hari pertama IDC Selasa lalu (21/9), ada Rastafari Horongbala (pelatih Pelita Jaya Esia Jakarta), Danny Kosasih (pelatih Satya Wacana Angsapura Salatiga), Arifin (asisten pelatih Satya Wacana), Simon Pasaribu (manajer Garuda Flexi), Johannis Winar (pelatih Garuda), dan Ronald Simanjuntak (manajer Pelita). Kemarin pun mereka datang lagi ke C-Tra Arena.
Kemarin saat Detlef Schrempf dan Jama Mahlalela memberikan materi, Arifin dan Johannis dengan cekatan mengarahkan handycam untuk merekam aktivitas di tengah lapangan. Sementara, Danny dengan seksama mengamati bagaimana dua pelatih yang dikirimkan NBA itu menularkan ilmu.
’’Pasti ada sesuatu yang bisa saya dapat dengan kedatangan pelatih dari NBA. Karena itu, saya harus datang ke sini,’’ ucap Ahang, sapaan akrab Johannis.
Menurut dia, rekaman kegiatan camp itu dia diskusikan dengan tim pelatih di klubnya. Dia juga akan membagikan itu kepada pelatih-pelatih NBL lain.
Tidak hanya menyaksikan dari tribun, para pelatih itu mendapatkan kesempatan berdiskusi dengan Schrempf dan Jama. Mereka mempersilakan para pelatih NBL bertanya tentang apa pun.
Ahang bertanya apa yang harus dilakukan untuk memaksimalkan potensi basket Indonesia yang pemainnya relatif pendek. ’’Dengan pemain pendek, tim harus bekerja lebih keras dan bermain lebih cepat. Kalau ingin main easy basket, memang harus punya banyak pemain tinggi,’’ jawab Schrempf.
Namun, ke depan, lanjut Schrempf, Indonesia tetap harus punya banyak pemain tinggi. Hal itu dilakukan dari sekarang dengan melakukan pembibitan pada pemain-pemain yang masih berusia 10–13 tahun.
Mantan bintang Seattle SuperSonics itu juga mengatakan latihan fundamental harus terus dilakukan. Bahkan, klub-klub di NBA pun masih menjadikan latihan fundamental sebagai menu latihan sehari-hari.
’’Salah satu yang saya pelajari dari para pelatih NBA adalah bagaimana memberikan instruksi kepada pemain agar mereka melakukan gerakan yang benar. Terutama gerakan gerakan dasar,’’ ujar Danny.
Senada dengan Danny, dua hari mengikuti jalannya IDC memberikan pemahaman baru kepada Ronald. Bahwa pelatih-pelatih di NBA ternyata masih terus menekankan pada fundamental basket. ’’Pelatih-pelatih di Indonesia malah sering lupa bahwa hal-hal dasar perlu selalu diajarkan kepada pemain,’’ katanya.
Ronald sampai harus menginap di Bandung untuk mengikuti IDC. Selain menyaksikan gaya pelatih IDC dari NBA melatih, dia mengawasi pemain Pelita yang mengikuti camp. Mereka adalah Ponsianus N. Indrawan, Dimas Aryo Dewanto, dan Gian Gunmilar.
Selain tugas tim, Ronald ternyata memiliki misi pribadi datang ke Kota Kembang. Yaitu, meminta tanda tangan Scrempf. Untuk itu, dia menyiapkan empat kartu basket bergambar Scrempf kala masih bermain di Indiana Pacers. Di antara kartu-kartunya itu, ada kartu ketika Schrempf meraih Sixth Man Awards pada 1990 dan 1991.
’’Waktu SMA dulu saya memang kolektor kartu basket. Kebetulan itu periode ketika Schrempf masih aktif. Jadi, saya bongkar kotak-kotak kartu saya, membawa empat kartu itu untuk ditandatangani Schrempf. Mumpung dia di sini,’’ tuturnya. Kartu-kartu itu dia titipkan ke Koko Heru Setyo, asisten Pelita yang bertugas membantu melatih dalam IDC untuk di tandatangani Schrempf. (c2/ang)